Telah kita ketahui bersama bahwa hukum agraria UUPA
ditetapkan pada tanggal 24 September 1960 oleh Presiden Republik Indonesia Soekarno dan
diundangkan dalam Lembaran Negara RI no.104 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar
Pokok-Pokok Agraria UUPA. Hingga saat ini pada tanggal tersebut
diperingati sebagai hari tani nasional. Kepres tanggal 26 Agustus 1963
No.169/1963 menyatakan tanggal 24 September ditetapkan sebagai hari Tani, yang
tiap tahun perlu diperingati secara khidmad dan diadakan kegiatan-kegiatan
serta penyusunan rencana kerja kearah mempertinggi produksi untuk meningkatkan
taraf hidup rakyat tani menuju masyarakat adil dan makmur. Sejak tahun 1973 dan
seterusnya peringatan tersebut tidak diadakan lagi,tapi setiap tanggal 24
September diperingati secara nasional sbg hari ulang tahun UUPA.
Dengan mulai berlakunya UUPA terjadi perubahan fundamental pada Hukum Agraria di Indonesia, terutama hukum dibidang pertanahan (Hukum Agraria). Perubahan tersebut bersifat mendasar atau fundamental karena berubahnya struktur perangkat hukum, konsepsi yang mendasari dan isinya dinyatakan UUPA harus sesuai dengan kepentingan rakyat Indonesia serta memenuhi pula keperluannya menurut permintaan zaman.
Sebelum UUPA berlaku bersamaan berbagai perangkat hukum agraria. Ada yg bersumber pada Hukum adat (konsepsi komunalistik religius), Hukum Perdata barat(konsepsi individualistik-liberal), Bekas pemerintahan Swapraja (konsepsi Feodal). Hukum agraria tersebut diatas hampir seluruhnya terdiri atas peraturan perundang-undangan yg memberikan landasan hukum bagi pemerintah jajahan dalam melaksanakan politik agrarianya Agrarische Wet 1870
Dalam hukum agraria UUPA dimuat tujuan, konsepsi, asas-asas, lembaga-lembaga hukum dan garis-garis besar ketentuan pokok Hukum Agraria Nasional. Tujuan UUPA adalah akan mewujudkan apa yang digariskan dalam Pasal 33 ayat 3 UUD 1945, bahwa bumi,air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, yang penguasaannya ditugaskan kepada negara Republik Indonesia, harus dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. UUPA menciptakan Hukum Agraria Nasional berstruktur tunggal, berdasarkan atas Hukum Adat tentang tanah, sebagai hukum aslinya sebagian terbesar rakyat Indonesia.
Arti Penting hukum agraria Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA)
Dengan mulai berlakunya Undang–Undang Pokok
Agraria (UUPA) terjadi perubahan fundamental pada hukum Agraria di
Indonesia, terutama hukum di bidang pertanahan, yang kita sebut hukum tanah,
yang dikalangan pemerintah dan umum juga dikenal sebagai hukum agraria. Peraturan
yang di unifikasi inilah menjadi penting untuk dibahas, ketika kita melihat
sejarah pembentukannya. Sejauh mana undang-undang ini telah memberikan
kepastian hukum dan memakmurkan rakyat, dan bagaimana pengaturan tentang
agraria sebelum terbentuknya Undang–Undang Pokok Agraria (UUPA) ini.
Salah satu hasil karya anak bangsa terbaik,
paling monumental, sekaligus revolusioner, yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang selanjutnya disebut
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) merupakan Undang-Undang yang pertama kalinya
memperkenalkan konsep Hak Menguasai Negara. Perumusan pasal 33 dalam UUD 1945:
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”. Dari
sinilah mulanya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) terbentuk, ada perintah
Undang-Undang Dasar yang menyebutkan “dikuasai Negara”, tetapi UUD 45 tidak
merumuskan secara khusus hak mengusai yang bagaimana. Maka Undang-Undang Pokok
Agraria (UUPA) merumuskan apa konsep “dikuasai Negara” di UUD 45 tersebut.
Dalam Penjelasan Umumnya, dinyatakan dengan jelas
bahwa tujuan diberlakukannya UUPA sebagai hukum agraria adalah:
1. Meletakkan
dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional yang akan merupakan alat
untuk membawa kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat tani,
dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur;
2. Meletakkan
dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum agraria;
3. Meletakkan
dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum agraria mengenai hak-hak
atas tanah bagi rakyat seluruhnya.
Salah satu konsep penting juga didalam
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) adalah Hak Menguasai Negara dan fungsi
sosial hak atas tanah. Bahwa selain mengkonsep perintah Pasal 33 ayat 3 UUD 45,
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) sebagai hukum agraria mengeksplorasi fungsi
sosial yang secara umum dirumuskan sebagai berikut :
1. mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,
penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa;
2. menentukan
dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang dengan bumi, air dan
ruang angkasa;
3. menentukan dan mengatur hubungan-hubungan
hukum antara orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air
dan ruang angkasa.
Dengan lahirnya UU No. 5 Tahun 1960 tentang UUPA
tersebut kebijakan-kebijakan pertanahan di era pemerintahan kolonial Belanda
mulai ditinggalkan. Undang-undang yang disusun di era pemerintahan Presiden
Soekarno ini menggantikan Agrarische Wet 1870 yang terkenal dengan prinsip
domein verklaringnya (semua tanah jajahan yang tidak dapat dibuktikan
kepemilikannya berdasarkan pembuktian hukum barat, maka tanah tersebut
dinyatakan sebagai tanah milik negara/ milik penjajah Belanda).
Hukum agraria Agrariche Wet adalah
peraturan pertanahan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Belanda seperti
Eigendom recht, erfacht recht, postal recht dan lain-lain peraturan yang
kesemuanya bertujuan untuk lebih menguatkan bangunan hukum agraria pada masa
itu, sehingga jelas perbedaan antara hak-hak atas tanah yang berdasarkan hukum
adat dan dilain pihak berdasarkan hukum barat.
Artinya hukum agraria Undang-Undang Pokok
Agraria (UUPA) dibentuk dalam rangka melakukan perubahan, pembaharuan, dan terpenting
adalah supremasi hukum. Agar hak-hak rakyat lebih terjamin dan seperti yang
dijelaskan dalam perintah UUD 45 untuk semata-mata kemakmuran rakyat bagi
seluruh rakyat Indonesia.