Kamis, 20 Maret 2014

Andil Politik Agraria

Dalam peribahasa jawa yang cukup terkenal:
sedumuk bathuk sanyari bumi, ditohi pecahing dhodho lan wutahing ludiro
Ada yang tahu artinya? Yang jelas bagi saya slogan tersebut menjadi salah satu petunjuk tentang bagaimana eratnya hubungan antara manusia dengan tanah. Tanah tidak saja menjadi pijakan, tempat hidup, tetapi menjadi tempat dimana produksi kebutuhan hidup, seperti makanan dan sandang berlangsung. Dan bagi sebagian kelompok masyarakat tanah menjadi perpangkalan budaya mereka. Sungguh betapa tanah mempunyai makna yang cukup strategis bukan? karena itulah maka saya menulis tentang hal ini. he he he

Pernah dengar cerita-cerita patriotik tentang mereka yang mempertahankan tanah atau kebengisan dari mereka yang merampas tanah pihak lain? Nilai penting dari tanah tersebut membuat manusia melahirkan siasat atau politik untuk menguasai tanah, yang kepentingannya tidak lain adalah mendukung kegiatan produksinya. Maka judul kita kali ini adalah andil politik agraria, bagaimana maksudnya, berikut penjelasannya: banyak sengketa atau perebutan tanah terjadi di negeri kita ini. Hal ini juga yang mempengaruhi terhadap bagaimana mereka yang bersengketa bisa menguasai dan mengelola tanah sebagai alat produkusinya. Dalam hal ini, politik agraria adalah suatu sistem yang mengatur dan mengesahkan tentang tujuan, kepentingan, model penguasaan dan tata cara penguasaan sumber-sumber agraria. Dimana kekuatan-kekuatan politik yang ada senanatiasa bekerja dan saling mempengaruhi atas penguasaan sumber-sumber agraria yang ada.

Dalam menjalankan politik agraria tersebut, memerlukan seperangkat strategi dan tata pelaksanaan yang bertumpu pada penggunaan instrumen hukum. Saya menyebutnya dengan istilah kebijakan agraria, ialah seperangkat aturan hukum dalam mewujudkan pilihan arah pemanfaatan sumber-sumber agraria, model penguasaan dan tata cara penguasaannya. Tentu saja setiap pollitik agraria menghasilkan kebijakan agraria yang berbeda. Perbedaan politik dan kebijakan agraria pada masing-masing kurun waktu, membawa pengaruh yang relatif berbeda pula, meskipun kecenderungannya sama. Baik penurunan akses dan asset agraria kaum tani, juga luas kepemilikan tanah petani mengalami penurunan. Artinya merendahkan kualitas kehidupan petani di tengah kelimpahan produksi hasil tenaga mereka. Sedang pemilik tanah yang luas menjadi semakin kokoh posisinya. Namanya juga plotik pasti tujuannya kayak gitu...

Bentuk dan watak tata agraria dan politik agraria di Zaman pra kolonial, atau sebelum Belanda datang ke Indonesia, penguasaan tanah dan produksinya tersentralisasai dalam suatu penguasan oleh kerajaan. Raja merupakan pusat pemerintahan sekaligus sebagai penguasa tanah. Raja dan elit di sekitar raja atau kita sebut kaum bangsawan (tapi bukan bangsa yang tangine awan lho he he), merupakan pihak yang dapat menikmati hasil tanah atau pertanian tanpa harus mengerjakannya.

Setelah Belanda datang, mereka mengembangkan pollitik agraria kolonial. Yang menempatkan tanah jajahan menjadi sumber kekayaan negara induknya. Kita yang di Indonesia menyediakan tanah dan tenaga murah yang melimpah. Mereka melakukan eksploitasi produksi pertanian yang menguntungkan bagi pasaran dunia. Ciri pokok politik agraria kolonial ini adalah dominasi, eksploitasi, represi, diskriminasi dan dependensi. Untuk mendukung arah politik agraria kolonial tersebut, Gubernur jenderal Van den Bosch mengembangkan sejumlah aturan pendukung yang cukup terkenal yaitu tanam paksa pada tahun 1830. Tujuan kebijakan ini adalah untuk membantu atau menyelamatkan pemerintah Belaneda yang kekurangan dana akibat mebiayai perang.

Pada tahun 1870 Belanda meluncurkan Agrarische Wet atau undang-undang agraria dan Suiker wet atau undang-undang gula. Tujuannya untuk menjamin kepastian berusaha bagi modal swasta. Selain memberikan legitimasi kepada negara sebagai penguasa tanah-tanah terlantar yang belum digarap, juga memberikan kewenangan kepada negara untuk melepaskan hak penguasaannya atas tanah-tanah tersebut. Dan memberikan kepadea pengusaha perkebunan dalam bentuk erpacht dengan jangka waktu 75 tahun. Memberikan kesempatan kepaeda pribumi untuk menguasai tanah menjadi hak eigendom. Sekaligus melarang pemindahan hak ke golongan rakyat. Setelah penerapan undang-undang Agraria 1870, rata-rata pemilikan tanah penduduk di Jawa mengalami penyempitan yang cukup tajam. Sementara penguasa kolonial Belanda bersorak gembira karena secara mudah bisa menguras kekayaan rakyat dam mengalirkan ke negeri Belanda.

Tahu kapan hari kemerdekaan kita? yups betul...Proklamaasi kemerdekaan kita adalah pada tanggal 17 Agustus 1945. Yang sebenarnya merupakan tonggak utama, untuk mengalihkan secara menyeluruh tata kolonial kepada tata nasional. Yang mandiri dan memberikan kepastian hukum kepada petani. Visi dasar politik agraria nasional ini adalah, menyelenggarakan suatu tata agraria dengan jaminan kemakmuran rayat. Tentunya melalui institusi negara, dengan memanfaatkan sumber-sumber agraria yang ada. Target utamanya adalah melakukan perombakan agraria. Salah satunya dengan memunculkan UUPA tahun 1960, menjalankan land reform, dan menetapkan suatu land use planning yang mengarah kepada penataan kembali secara menyeluruh tanah dan potensi atau sumber-sumber agraria. Tujuannya adalah mengadakan distribusi sumber-sumber agraria secara adil. Memperbaiki kondisi sosial ekonomi petani, meningkatkan kapasitas produksi nasional. Dan menghapuskan tata agraria yang memungkinkan eksploitasi terhadap tenaga kerja atau petani penggarap.
Namun negara belum menyelesaikan land reform dengan tuntas, karena kekuatan-kekuatan politik tidak banyak yang mendukung program tersebut. Hal ini mengakibatkan bukan saja kegagalan program, melainkan menghasilkan arus balik yang justru memperburuk ketimpangan agraria.

Rezim Soeharto kemudian menolak jalan perombakan agraria. Dengan jalan mempertahankan struktur agraria yang ada. Meski tidak mencabut UUPA 1960, hanya memadamkan daya hidupnya melalui pengembangan instrumen hukum. Hal ini kemudian menjadikan pembebasan tanah petani untuk kepentingan modal. Mengembangkan pemahaman yang berbeda dengan UUPA 1960, sehingga negara menjadi memiliki hak untuk menenentukan peralihan dan penggunaaan tanah. Melalui pembuatan institusi dan pengalokasian dana pembanguan untuk melakukan proses konsolidasai. Sejak melakukan politik agraria pembanguanan yeng berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan ekonomi, ketimbang perbaikan secara nyata terhadap struktur agraria yang ada, akibat besarnya taraf hidup rakyat petani indonesia kurang begitu baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar