Minggu, 07 September 2014

Jumat, 23 Mei 2014

Demokrasi Terpimpin

Pada tahun 1959 sampai dengan tahun 1966, Indonesia menjalankan sistem Demokrasi Terpimpin. Dimana dalam sistem demokrasi ini seluruh keputusan serta pemikiran berpusat pada pemimpin negara yang kala itu dipegang oleh Presiden Soekarno. Presiden Soekarno mengumumkan konsep Demokrasi Terpimpin pertama kali dalam pembukaan sidang konstituante pada tanggal 10 November 1956.

Pada awalnya partai-partai besar seperti Masyumi, Nahdathul Ulama, dan Serikat Islam menolak gagasan ini. Karena kepartaian merupakan wujud demokrasi, hanya Partai Komunis Indonesia (PKI) yang mendukung gagasan tersebut. Ide mengenai Demokrasi Terpimpin baru terwujud setelah Soekarno berhasil mengeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959, sistem pemerintahan pun berganti menjadi Sistem Presidensial. Sistem ini menggantikan sistem parlementer yang terlalu liberal. Dengan berlakunya sistem ini, Presiden Soekarno merupakan pemimpin pemerintahan dan bertindak sebagai kepala negara serta membentuk Kabinet Kerja yang menteri-menterinya tidak terikat kepada partai lagi.

Menurut Soekarno, demokrasi liberal yang berjalan sebelumnya tidak dapat menciptakan kestabilan politik dan tidak mendorong Indonesia mendekati tujuan revolusi yang berupa masyarakat adil dan makmur. Menurut Soekarno, penerapan sistim Demokrasi Barat tidak menyebabkan terbentuknya pemerintahan yang kuat untuk membangun Indonesia. Sehingga pada gilirannya pemerintah sulit memajukan pembangunan ekonomi. Karena semua pihak baik sipil maupun militer- yang pada saat itu dapat menentukan sikap saling berebut keuntungan dengan mengorbankan yang lain.

Sebaliknya Presiden Soekarno ingin melihat bangsa Indonesia yang kuat dan bersatu padu sebagaimana pada awal-awal kemerdekaan dulu. Dari Sabang sampai Merauke. Soekarno menganggap bahwa UUDS 1950 telah melakukan penyimpangan-penyimpangan dari cita-cita luhur proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Dengan dalih seperti itu lalu Presiden Sukarno mencanangkan Demokrasi Terpimpin dalam politik di negeri Republik Indonesia.

Pelaksanaan dari sistem Demokrasi terpimpin tersebut kemudian memunculkan keadaan yang menempatkan pada dominasi presiden yang sangat kuat. Presiden Soekarno berperan besar dalam penyelenggaraan pemerintahan. Selain itu juga meluasnya peran militer sebagai unsur politik. Soekarno menyatukan TNI dan POLRI menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) yang terdiri atas empat angkatan yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, TNI Angkatan Udara, dan Angkatan Kepolisian. Seorang Menteri Panglima Angkatan yang kedudukannya langsung berada di bawah Presiden /Panglima Tertinggi ABRI memimpin masing-masing angkatan. Golongan ABRI menjelma sebagai salah satu golongan fungsional dan menjadi salah satu kekuatan sosial politik. Dengan demikian, ABRI dapat memainkan peranannya sebagai salah satu kekuatan sosial politik. Dan yang paling terasa adalah berkembangnya pengaruh Partai Komunis Indonesia.

Pada masa Demokrasi Terpimpin, parlemen sudah tidak mempunyai kekuatan yang nyata.Peran partai politik pada masa demokrasi terpimpin sangat terbatas. Soekarno mengangagap Partai politik sebagai sebuah penyakit yang lebih parah daripada perasaan kesukuan dan kedaerahan. Penyakit inilah yang menyebabkan tidak adanya satu kesatuan dalam membangun Indonesia. Soekarno menekan untuk membubarkan Partai-partai yang pada waktu itu berjumlah sebanyak 40 partai. Namun demikian, Demokrasi Terpimpin masih menyisakan sepuluh partai untuk tetap berkembang. Tetapi semua wajib menyatakan dukungan terhadap gagasan presiden pada segala kesempatan serta mengemukakan ide-ide mereka sendiri dalam suatu bentuk yang sesuai dengan doktrin presiden. Partai politik dalam pergerakannya tidak boleh bertolak belakang dengan konsepsi Soekarno. Penetapan Presiden (Penpres) adalah senjata Soekarno yang paling ampuh untuk melumpuhkan apa saja yang menghalangi jalannya revolusi.

Soekarno membubarkan dengan paksa beberapa partai yang terlibat dalam pemberontakan sepanjang tahun 1950an, seperti Masyumi dan PSI. Soekarno melakukan Pembubaran tersebut dengan cara menerapkan Penerapan Presiden (Penpres) pada tanggal 31 Desember 1959. Peraturan tersebut mengatur beberapa persyaratan partai, antara lain:
1. Menerima dan membela Konstitusi 1945 dan Pancasila
2. Menggunakan cara-cara damai dan demokrasi untuk mewujudkan cita-cita politiknya
3. Menerima bantuan luar negeri hanya seizin pemerintah
4. Partai-partai harus mempunyai cabang-cabang yang terbesar paling sedikit di seperempat jumlah daerah tingkat I dan jumlah cabang-cabang itu harus sekurang-kurangnya seperempat dari jumlah daerah tingkat II seluruh wilayah Republik Indonesia
5. Presiden berhak menyelidiki administrasi dan keuangan partai
6. Presiden berhak membubarkan partai, yang programnya diarahkan untuk merongrong politik pemerintah atau yang secara resmi tidak mengutuk anggotanya partai, yang membantu pemberontakan

Melalui Keppres No. 128 tahun 1961, pemerintah hanya mengakui partai-partai antara lain: PNI, NU, PKI, Partai Katolik, Partai Indonesia, Partai Murba, PSII dan IPKI. Sedangkan Keppres No. 129 tahun 1961 menolak untuk mengaakui PSII Abikusno, Partai Rakyat Nasional Bebasa Daeng Lalo dan partai rakyat nasional Djodi Goondokusumo. Selanjutnya melalui Keppres No. 440 tahun 1961 telah pula mengakui Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Persatuan Tarbiyah Islam (Perti). Demikianlah kehidupan partai-partai politik di masa Demokrasi Terpimpin.

Dalam penggambaran kiprah partai politik di percaturan politik nasional, maka ada satu partai yang pergerakan serta peranannya begitu dominan yaitu Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada masa itu kekuasaan memang berpusat pada tiga kekuatan yaitu, Soekarno, TNI-Angkatan Darat, dan PKI. Oleh karena itu untuk mendapatkan gambaran mengenai kehidupan partai politik pada masa demokrasi terpimpin, tidak dapat melepaskan pergerakan PKI pada masa itu.
PKI menghimpun massa dengan intensif dan segala cara, baik secara etis maupun tidak. Pergerakan PKI yang sedemikian progresifnya dalam pengumpulan massa membuat PKI menjadi sebuah partai besar pada akhir periode Demokrasi Terpimpin. Pada tahun 1965, telah memiliki tiga juta orang anggota ditambah 17 juta pengikut.

Hubungan antara PKI dan Soekarno sendiri pada masa Demokrasi Terpimpin merupakan hubungan timbal balik. PKI memanfaatkan popularitas Soekarno untuk mendapatkan massa. Pada bulan Mei 1963, MPRS mengangkatnya menjadi presiden seumur hidup. Keputusan ini mendapat dukungan dari PKI. Sementara itu di unsur kekuatan lainnya dalam Demokrasi Terpimpin, TNI-Angkatan Darat, melihat perkembangan yang terjadi antara PKI dan Soekarno, dengan curiga. Terlebih pada saat angkatan lain, seperti TNI-Angkatan Udara, mendapatkan dukungan dari Soekarno. Hal ini dianggap sebagai sebuah upaya untuk menyaingi kekuatan TNI-Angkatan Darat dan memecah belah militer dan menungganginya. Keretakan hubungan antara Soekarno dengan pemimpin militer pada akhirnya muncul. PKI memanfaarkan keadaan ini untuk mencapai tujuan politiknya.

Presiden Soekarno sebagai pemilik ide Demokrasi Terpimpin, pada pelaksanaannya ternyata memiliki penafsiran sendiri yang berbeda mengenai dasar dan makna Demokrasi Terpimpin yang terletak pada kata terpimpin. Soekarno menafsirkan Demokrasi Terpimpin dengan pimpinan terletak di tangan Pemimpin Besar Revolusi. Hal ini kemudian merujuk pada Soekarno sebagai pemegang pemusatan kekuasaan. Pemusatan kekuasaan yang mutlak pada presiden ini bertentangan dengan isi Undang-Undang Dasar 1945 saat itu yang menyatakan bahwa presiden merupakan mandataris MPR, dengan demikian presiden berada di bawah MPR.

Selain itu, dalam Demokrasi Terpimpin, Presiden Soekarno mengangkat anggota MPRS dan menentukan apa saja yang harus diputuskan oleh MPRS. Presiden Soekarno juga menetapkan Manipol (Manifesto Politik) sebagai GBHN yang ditetapkan dalam Pen-Pres No.1 Tahun 1960. Manipol USDEK (manifesto politik, undang-undang dasar, sosialisme Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin, dan kepribadian Indonesia) dijadikan GBHN tahun 1960. DPA yang bersidang tanggal 23-25 September 1959 mengusulkan agar Manifestio Politik Republik Indoneia itu dijadi-kan Garis-garis Besar Haluan Negara. Sebelumnya Presiden Sukarno dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959 membacakan manifesto politik republik Indonesia dengan judul "Penemuan Kembali Revolusi Kita".

Presiden juga membubarkan DPR hasil Pemilu 1955(Pen-Pres No.3 Tahun 1960),dan membentuk DPR-GR (Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong_Pen-Pres No.4 Tahun 1960). Anggota DPR hasil pemilu tahun 1955 mencoba menjalankan fungsinya dengan menolak RAPBN yang diajukan oleh Presiden. Akibatnya Soekarno membubarkan DPR hasil pemilu dan mengganti dengan pembentukkan DPR-GR.

Konsep Pancasila berubah menjadi konsep Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis) Konsep Nasakom ini kemudian memberi peluang kepada PKI untuk memperluas dan mengembangkan pengaruhnya. Secara perlahan dan hati-hati, PKI berusaha untuk menggeser kekuatan-kekuatan yang berusaha menghalanginya. Sasaran PKI selanjutnya adalah berusaha menggeser kedudukan Pancasila dan UUD 1945 menjadi komunis. Setelah itu, PKI mengambil alih kedudukan dan kekuasaan pemerintahan yang sah. Untuk mewujudkan rencananya, PKI mempengaruhi sistem Demokrasi Terpimpin. Bahkan melalui Nasakom, PKI berhasil meyakinkan Presiden Soekarno bahwa Presiden Soekarno tanpa PKI akan menjadi lemah terhadap TNI


Pelaksanaan politik bebas aktif yang cenderung memihak komunis.Arah politik luar negeri Indonesia mengalami penyimpangan dari politik luar negeri bebas-aktif menjadi condong pada salah satu poros. Pada masa itu diberlakukan politik konfrontasi yang mengarah pada negara-negara kapitalis, seperti negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Pandangan tentang Nefo (New Emerging Forces) dan Oldefo (Old Established Forces)melandasi terjadinya politik konfrontasi tersebut. Nefo merupakan kekuatan baru yang sedang muncul yaitu negara-negara progresif revolusioner (termasuk Indonesia dan negara-negara komunis umumnya) yang anti terhadap imperialisme dan kolonialisme. Sedangkan Oldefo merupakan kekuatan lama yang telah mapan yakni negara-negara kapitalis yang neokolonialis dan imperialis (Nekolim). Bentuk perwujudan poros anti imperialis dan kolonialis itu kemudian membentuk poros Jakarta - Phnom Penh - Hanoi - Peking - Pyong Yang.


Akibatnya terjadi ketidakstabilan politik dan ketatanegaraan. Perpecahan, pemberontakan dan konflik pun terjadi, beberapa pemberontakan daerah menginginkan untuk melepaskan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemberontakan ini sekaligus menjadi tantangan bagi pelaksanaan Demokrasi Terpimpin yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan Negara Indonesia, karena pada saat itu beberapa pemberontakan sudah terjadi sebelum masa Demokrasi Terpimpin.

Selain gejolak yang muncul di daerah, pada masa Demokrasi Terpimpin Presiden Soekarno menyatakan konfrontasi dengan Malaysia. Konflik internasional Indonesia dengan negara satu rumpun ini menyebabkan keresahan semakin merebak di tengah masyarakat. Pada 1961 terjadi peristiwa klaim federasi Malaysia yang akan menggabungkan wilayah Brunei, Sabah, Serawak dan Singapura menjadi Persekutuan Tanah Melayu. Peristiwa ini membuat Indonesia dan negara lain kecewa karena dianggap sebagai proyek Neo-Kapitalisme dan Imperialisme di kawasan Asia Tenggara. Terhadap sikap Indonesia ini Malaysia melakukan demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur. Setelah adanya demonstrasi tersebut melalui Menteri Luar Negeri Soebandrio Indonesia menyatakan permusuhan dengan Malaysia yang memunculkan istilah Ganyang Malaysia dan Dwikora (Dwi Komando Rakyat) yang berisi:
• Perhebat ketahanan revolusi Indonesia
• Bantu perjuangan revolusioner rakyat Malaya, Singapura, Serawak dan Sabah untuk menghancurkan Malaysia.
Menurut Presiden Soekarno Dwikora ini merupakan bentuk penjagaan harga diri Indonesia di wilayah Asia Tenggara.

Pada 1965 muncul sebuah isu Dewan Jenderal yang akan melakukan kudeta terhadap pemerintahan Presiden Soekarno. Berdasar pada isu tersebut lahirlah sebuah Gerakan 30 September 1965 yang menyebabkan terbunuhnya enam jenderal senior angkatan darat dari tujuh yang ditargetkan, beruntung Jenderal A.H Nasution berhasil menyelamatkan diri.
Gerakan 30 September 1965 ini mengagetkan Presiden Soekarno yang pada saat itu sedang sakit, untuk stabilitas nasional Presiden Soekarno memerintahkan Mayor Jenderal Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Panglima Komando Strategi Angkatan Darat (Kostrad) untuk melakukan penumpasan gerakan tersebut. Setelah penumpasan Gerakan 30 September 1965 selesai dengan cara menangkap dan membunuh ratusan ribu anggota PKI , Mayjen Soeharto mengambil alih kekuasaan berdasarkan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar).

Keluarnya Supersemar menjadi titik akhir pelaksanaan Demokrasi Terpimpin yang menjadi penggalan sejarah pelaksanaan demokrasi di Indonesia, sekaligus menutup masa kepemimpinan Presiden Soekarno. Kehidupan demokrasi Indonesia pun berlanjut dan berganti menjadi Demokrasi Pancasila

Minggu, 18 Mei 2014

Kembali ke Negara Kesatuan

Pada tanggal 17 Agustus 1950, Indonesia resmi kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indoenesia. Walaupun masih memakai konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) tahun 1950. Karena melihat keadaan yang semakin sukar untuk mengatur negara-negara bagian. Sementara selama penyelenggaran konsititusi RIS kewibawaan pemerintah Negara Federal semakin berkurang, apalagi yang mendukung Indonesia adalah terdiri dari berbagai ragam suku bangsa, adat istiadat, agama, pulau-pulau, daerah-daerah yang semuanya sepakat untuk kembali ke bentuk negara kesatuan.

Sistem pemerintahan masih tetap dalam bentuk kabinet parlementer, yaitu para menteri (kabinet) bertanggung jawab kepada parlemen (DPR) yang dapat menjatuhkan kabinet melalui mosi tidak percaya. Untuk menguatkan kekeuasaan presiden, maka menetapkan presiden sebagai kepala negara saja dan bukan sebagai kepala pemerintahan. Perdana Menterilah yang menjadi kepala pemerintahan yang mengepalai para menteri atau kabinet. Dengan demikian parlemen tidak bisa menjatuhkan presiden.

Sebagaimana kita mengetahui, bahwa Indonesia baru melaksanakan pemilihan umum yang memilih anggota DPR atau badan konstituante baru untuk pertama kali pada tahun 1955. Maka Komite Nasional Indonesia Pusat atau KNIP bertugas merangkap sebagai parlemen. Sedang parlemen di daerah, KNIP membentuk Komite Nasional Daerah.

Walaupun sudah kembali kepada bentuk negara kesatuan, namun perbedaan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain masih terasa, ada yang menyesali keadaan ini tetapi ada pula yang menyetujuinya namun tetap memiliki ketidakpuasan kepada pemerintah pusat. Oleh karenanya, pada era ini terjadi berbagai pemberontakan sparatis, misalnya;

1. Pemberontakan APRA (Angkatan Peran Ratu Adil pada tanggal 23 Januari 1950 di Bandung
2. Pada tanggal 5 April 1950 meletus pemberontakan Andi Azis cs di Makasar, Ujung pandang.
3. Pemeberontakan RMS (Republik Maluku Selatan) terjadi pada tanggal 25 April 1950 di Ambon
4. Pemberontakan Ibnu Hajar cs di Kalimantan Selatan pada tanggal 10 Desember 1950
5. Kahar Muzakar memimpin Pemberontakan DI/TII pada tanggal 17 Agustus 1951 di Sulawesi Selatan
6. Pada tanggal 1 Desember 1951 meletus pemberontakan Batalyon 426 di Jawa Tengah
7. Pada tanggal 20 September 1953 meletus pemberontakan DI/TII pimpinan Daud Beureuh di Aceh
8. Pada tanggal 20 Desember 1956 terjadi peristiwa Dewan Banteng di Sumatera Barat
9. Pada tanggal 15 Februari 1958 PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia)melanjutkan pemebrontakan, Permesta (Piagam Perjuangan Semesta) menyatakan diri membantu pemberontakan PRRI tersebut.

Hubungan antara legislatif dan eksekutif hasil pemilu pertama pada tahun 1955 ikut merancaukan keadaan yang ada. Kemudian Konstituante menyelenggarakan pemungutan suara untuk mengetahui diterima atau ditolaknya kembali UUD 1945. Dalam melaksanakan Pemungutan suara tersebut berturut-turut pada hari Sabtu 30 Mei 1959, Senin 1 Juni 1959 dan Selasa 2 Juni 1959. Namun Badan Konstituante tidak bisa memperoleh 2/3 jumlah anggota dari hasil pemungutan suara tersebut. Bahkan sebagian anggota Konstituante ada yang menyatakan diri tidak mau lagi menghadiri sidang-sidang pleno Konstituante. Walaupun sebenarnya dari suara yang masuk, banyak anggota konstituante yang menyetujui untuk kembali kepada UUD 1945. Pihak eksekutif melihat hal ini sebagai ketidakmampuan konstituante dalam melaksanakan tugasnya. Maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang menyatakan kembali ke UUD 1945.

Sabtu, 17 Mei 2014

Republik Indonesia Serikat

Karena keadaan yang memaksa, Indonesia pernah menjadi negara serikat. Sebetulnya bukan kehendak seluruh bangsa Indoesia untuk memakai bentuk negara dan sistem pemerintahan , politik dan asministrasi neegara serikat.

Sejak Belnda mengirim Gubernur Jenderal DR,Van Mook ke Indonesia, dan menugaskan untuk memporak potandakan keutuhan persatuan dan kesatuan Republik Indonesia yang baru saja merdeka, dia memiliki politik devide et impera. Ia yang mengusulkan untuk menyetujui penbentukan negara dalam negara. Untuk melaksanakan gencatan senjata para pendiri republik memikirkan begitu banyknya korban yang jatuh dari putera puteri terbaik ibu pertiwi.

Untuk menghindari jatuhnya korban yang lbih bnyak lagi, meski di dalam jiwa bangs Indonesia bergelora semangat juang dengan tekad Sekali merdeka tetap merdeka dan merdeka atau mati, namun akhirnya para pemimpin bangs bersedia melakukan berbagai perundingan dengan Belanda.

Setelah beberapa kali Republik Indonesia dan Kerajaan Belanda terjadi pertempuran dan perdamaian dintaranya Perjanjian LInggar Jati Pada tanggal 25 Maret 1947, Perjanjian Renvil pada tangal 8 Desember 1947, dan Konferensi Meja Bundar pada tanggal 23 Agustus 1949, maka pada tanggal 27 Desember 1949 Belanda mengakui Kedaulatan Republik Indonesia dengan syarat berbentuk serikat. Karena tidak mungkin lagi mendirikan pemerintahan sebagimana jaman HIndia Belanda dulu. Maka kemudian membentuk negara federal. Sedangkan kita telah memproklamirkan negara Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, tapi Belanda menganggap sebagai salah satu negara bagian saja dalan Negara Republilk Indonesia Serikat tersebut.

Belanda berhasil membujuk Negara Indonesia Timur pada tahun 1946, Negara Pasundan termasuk distrik federal Jakarta, Negara Jawa Timur pada tangal 16 Nopember 1948, Negara Madura Pada tanggal 23 Januari 1948, Negara Seumatera Timur pada tanggal 24 Maret 1948, dan Negara Sumatera Selatan. Sedangkan yang masih dalam persiapan adalah Negara Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Dayak Besar, Banjar, Kalimantan Tenggara, Bangka, Belitung, Riau dan Jawa Tengah.

Dalam periode ini, pemerintah memakai pegangan Konstitusi RIS. Undang-Undang Dasar ini terdiri dari Mukadimah, 197 Pasal dan 1 lampiran. Dalam pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa Republik INdonesia yang serikat yang merdeka dan berdaulat ialah suatu negara hukum yang demokrasi dan berbentuk federasi. Sedangkan dalam Ayat dilakukan olelh pemerintah bersama-sama dengan Dewan Perwakilan Rakyat.

Sistem pemerintahan adalah kabinet Parlementer , kita dapat melihat dari bunyi pasal 118 Ayat 2 sebagai berikut: " Tanggung jawab kebikaksanaan pemerintah berada di tangan menteri, tetapi apabila kebijaksanaan menteri/para menteri ternyata tidak dapat dibenarkan oleh DPR, maka menteri/menteri-menteri itu harus mengundurkan diri. atau DPR dapat membubarkan menteri-menteri (kabinet) tersebut dengan alasan mosi tidak percaya.

Pada tanggal 16 Desember 1949, RIS menyelenggarakan pemilihan presiden di Yogjakarta. Perwakilin dari masing-masing pemerintah negara bagian memilih Ir. Sukarno sebagai presiden dan melantiknya pada tanggal 17 Desember 1949. Kemudian mengangkat Mr. Asaat untuk mengisi kekosongan jabatan sebagai Presiden Negara Republik Indonesia.

Dalam konstitusi RIS juga mengenal adanya senat. Yang mewakili negara-negara bagian. Setiap negar bagian mempunyai dua anggota dalam senat. Setiap anggota senat mengeluarkan satu suara. Jadi senat adalah sauatu badan perwakilan negara bagian, dimana pemerintah negara bagian menunjuk anggotanya masing-masing.

Jumat, 16 Mei 2014

Situasi Politik Pasca Proklamasi

Periode 18 Agustus 1945-27 Desember 1949

Karena Bangsa Indonesia baru saja memproklamirkan kemerdekaannya, dalam melaksanakan UUD 1945 belum sepenuhnya secara murni dan konsekuen. Pemerintah baru bisa membentuk presiden, wakil presiden, serta para menteri, dan para gubernur sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. Kita bisa melihat pada Aturan Peralihan UUD 1945 yang menyatakan bahwa untuk pertama kalinya presiden dan wakil presiden dipilih oleh PPKI,jadi tidaklah menyalahi apabila belum memanfaatkan MPR/DPR RI karena belum menyelengarakan pemilu. Dalam keaadaan darurat tersebut pelaksanaan UUD 1945 yang menyebutkan tentang lembaga-lembaga tinggi negara lain belum diwujudkan. Komite Nasional membantu Presiden menjalankan kekuasaannya sebelum membentuk MPR,DPR, BPK, MA. dengan semangat pengabdian bukan kekuasaan seperti saat ini.

Pada tanggal 5 Oktober 1945 pemerintah mengeluarkan maklumat pemerintah yang menyatakan berdirinya Tentara Keamanan Rakyat. Dengan menunjuk Supriadi seorang tokoh Pembela Tanah Air sebagai pimpinan TKR. Pada tanggal 18 Desember 1945 Presiden Sukarno melantik Jenderal Sudirman menjadi panglima besar TNI karena sebelumnya ada berita yang mengabarkan kalau Supriyadi gugur dalam pertempuran melawan Jepang di Blitar, TKR kemudian mengadakan musyawarah, yang menghadiri musyawarah tersebut adalah para panglima Divisi dan Residen, kemudian memilih Jenderal Sudirman menjadi panglima besarnya. Pada tanggal 3 Juni 1947 TKR resmi menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia).

Pada tanggal 16 Oktober 1945 di Malang, Komite Nasional Indonesia Pusat(KNIP) mengadakan kongres. Wakil presiden Drs. Mohammad Hatta mengeluarkan Maklumat X (eks) yang berisikan penegasan terhadap kata bantuan dalam Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945. Maklumat ini memberikan wewenang kepada KNIP untuk turut membentuk undang-undang dan menetapkan GBHN. Seolah-olah memegang sebagian kekuasaan MPR, disamping memiliki pula kekuatan DPA dan DPR.

Kemudian pada tanggal 14 November 1945 pemerintah mengeluarkan maklumat yang membentuk kabinet parlementer pertama dengan mengangkat Sutan Syahrir sebgai Perdana Menteri. Menteri-menteri bertanggung jawab kepada KNIP sebagai subsitut MPR/DPR. Sistem presidensiil beralih ke sistem parlementer, walaupun UUD 1945 tidak mengenal sistem parlementer. Sistem ini berjalan sampai pada tanggal 27 Desember 1949. Sebagian orang berpendapat bahwa perubahan dalam sistem pemerintahan dan administrasi negara ini merupakan tindakan yang menyalahi UUD 1945 yang menjadi anutan

Sebelumnya pada tanggal 3 November 1945 pemerintah telah mengeluarkan maklumat pemerintah tentang keinginan membentuk partai-partai politik. Sehingga berlakulah sistem parlementer sekaligus sistem multi partai.

Pada tanggal 27 Juli 1947 serdadu Belanda dengan persenjataan lengkap melakukan penyerbuan ke berbagai kota di Indonesia. Dan berhasil menduduki beberapa di antaranya. Serdadu Belanda berhasil menguasai sebagian wilayah Republik Indonesia, meski tidak menjangaku ke pedalaman. Ibukota negara RI yang sementara berada di Yogya, pada tanggal 19 Desember 1948 menjadi sasaran utama serangan serdadu Belanda. Menjelang sore hari, musuh dapat menguasai yogja. Sebelumnya pada pukul 10.00 pagi, wakil presiden Drs. Muhammad Hatta memimpin sidang kabinet yang memutuskan untuk memberikan mandat kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara agar membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI), dan apabila tidak sempat dapat juga membentuk PDRI di India. Selanjutnya Belanda menawan Presiden Sukarno dan Wakil Prediden Muhammad Hatta. Pada situasi yang seperti itu, sebelumnya pada tanggal 18 September 1948 PKI melakukan pemberontakan di Madiun.

Untuk menggelorakan kembali semangat rakyat dan para prajurit di seluruh tanah air, sekaligus memulai perang gerilnya, Panglima Besar TNI Jenderal Sudirman pada hari itu juga menentukan sikap meninggalkan Yogjakarta. Pada tanggal 1 Maret 1949 Sri Sultan Hamengkubuwono IX memprakarsai penyerbuan ke Yogjakarta. Pada tanggal 8 Juli 1949 Letkol Soeharto menjemput Panglima Sudirman di Kecamatan Wonogiri, dan tanggal 10 Juli 1949 Sukarno dan Hatta yang talah kembali dari penahanannya , menerima Jenderal Sudirman di Istana Kepresidenan Yogjakarta.

Minggu, 04 Mei 2014

Sejarah Politik Indonesia

Berbicara tentang sejarah politik Indonesia, maka kita tidak bisa melepaskan sistem dan bentuk pemerintahan yang kita anut. Sistem politiklah yang menentukan bentuk dan susunan pemerintahan mengembangkan demokrasi. Kita perlu menyadari bahwa sistem politik menjadikan pilihan harus sejalan dengan budaya masyarakat. Bukan mentransfer begitu saja sistem politik yang ada dari negara lain yang memiliki budaya politik yang berbeda dengan pemahaman masyarakat setempat.

Sejarah politik di Indonesia mengingatkan bahwa para pendiri negara kita telah mempersatukan bangsa Indonesia melalui proklamasi 17 Agustus 1945. Sebelum itu, nusantara adalah nama lain dari Indonesia. Nusantara adalah kumpulan bangsa-bangsa yang mandiri dan berdaulat, yang tidak jarang antara kerajaan yang satu dengan kerajaan lainnya saling menyerang demi perluasan pengaruh. Kebesaran Kerajaan Sriwijaya karena mampu menaklukkan wilayah kerajan sekitarnya, kebesaran kerajaan Majapahit karena mampu menundukkan kerajaan-kerajaan lainnya, demikian pula halnya kebesaran Kerajaan Mataram dan Gowa Makasar.Sebagai bangsa kita mau bersatu dengan sukarela dan dengan sejuta harapan yang besar untuk meraih kehidupoan yang lebih baik secara bersama-sama adalah pada masa awal kemerdekaan. Pada saat Bung Karno dan Bung Hatta mengumandangkan proklamasi, hampir seluruh Nusantara bersatu mendukung proklamasi dengan suka cita. Demikian juga pada tanggal 17 Agustus 1950 mereka para pemimpin negara bagian RIS memberikan dukungan kepada pemerintah Jakarta.

Pemerintahan Indonesia modern baik dibawah Resim Soekarno, dimana rakyat memuja dan memberikan harapan besar. Akhirnya menimbulkan kekecewaan di banyak daerah dam meletus pemberontakan dan korban jiwa yang besar. Demikian juga di zaman Pak Harto, dimana sebagian besar rakyat tersika melihat sebagian kecil masyarakat bergelimang kekayaan sedang sebagian besar lainnya hidup dalam serba kekurangan.

Masalah ketidakadilan pemerintah akan tetap menjadi persoalan yang memicu disintegrasi bangsa. Kita tidak meragukan lagi bahwa Indonesia adalah sebuah bangsa yang besar. Tetapi kita juga tidak bisa mengelak bahwa banyak masyarakat yang justeru merasa tertindas oleh pemerintahnya sendiri. Memberikan Otonomi kepada pemerintah daerah sebagai mitra kerja akan memperkuat NKRI lebih kuat. Agar tidak akan serupa dengan kerajaan Majapahit, Sriwijaya, atau kerajaan-kerajaan besar nusantara lainnya. Padahal kerajaan-kerajaan besar tersebut telah berdiri ratusan tahun lebih. Persamaanya adalah selalu ada rakyat di daerah kekuasaan waktu itu yang memberontak mencari kesempatan pada saat negara dalam keadaan lemah atau lengah.

Sejarah Politik Indonesia sebelum Kemerdekaan
Pahlawan yang menentang penjajah adalah Sultan Agung Anyorokusumao(1591-1645), kemudian Untung Suropati yang rela melepaskan istrinya seorang putri Belanda. Para sultan yang berjuang adalah Sultan Hasanudin(1631-1670), Sultan Agung Tirtayasa(1631-11683), Sultan Mahmud Badarudin II (1776-1852), dan Sultan Thoha Syaifudin (1816-1904)

Sedang para ulama yang berjuang adalah Tuanku Imam Bonjol(1772-1864), Pangeran Diponegoro(1785-1855) bersama Kiai Mojo dan Sentot Alibasyah, Pangeran Antasari(1797-1862. di Maluku ada Kapiten Pattimura(1783-1817) dan Martha Tiahahu(1800-1818) dan pemberontakan Trunojoyo dari Madura. Di Aceh,Teuku Umar91854-1899). Teuku Cik Ditiro(1836-1891), Cut Nyak Din(1850-1908), Cut Nyak Meutia (1870-1910) dan Panglima Polim. Di Jawa ada Sri Susuhunan Pakubuwono VI(1807-1849) dam Raja Sisingamangaraja(1849-1907). Namun perlawanan-perlawanan tersebut masih bersifat kedaerahan.

Sejarah Politik Indonesia kemudian mencatat bahwa muncul kesadaran untuk melakukan perlawanan harus secara bersama-sama. Pada tahun 1908 berdiri Budi Utomo, 1911 berdiri Syariat Islam, 1927 berdiri Partai Nasional Indonesia, hingga pada tanggal 28 Oktober 1928 para pemuda dari masing-masing daerah mengucapkan sumpah pemuda.

Setelah sumpah pemuda pergerakan tidak lagi bersifat kedaerahan, tetapi bersifat nasional. Berbeda dengan Muhammadiyah yang bercorak sosiokeagamaan, SI adalah organisasi politik yang cukup menonjol kala itu. Sebelumnya H,Samanhudi mendirikan Serikat Dagang Islam (SDI) yang bersifat komersial. Pada tahun 1912 SDI berubah menjadi SI pemimpinnya adalah H.O.S Tjokroaminoto(1883-1934) maka orientasi gerakanya tidak saja bersifat komersial tetapi berubah ke politik.

H.J.F Sneevliiet adalah orang Belanda yang memperkenalkan Marxisme atau komunisme pertama kali di Indonesia. Pada tahun 1914 kelompok Marxis mendirikan ISDV(Indhische Sociaal Democratische Vereeniging yaitu organisasi Sosial Demokrat Hindia Belanda).Melalui organisasi ini mereka mengekspor gagasan dan slogan marxisme kedalam tubuh SI.Dimana pada tahun 1917 Marxis baru saja mendapat kemenangan hebat di Rusia.

Kemenangan Revolusi Oktober di Rusia memberikan dorongan yang hebat pada ISDV dalam menyebarkan Marxisme di Indonesia. Pada tanggal 23 Mei 1920 ISDV berubah menjadi PKI (Partai Komunis Indonesia) dengan SI cabang Semarng sebagai pusatnya. Yang memilih Semaun menjadi ketuanya.

Tanggal 8 Desember 1941 pecah perang pasifik sebagai rangkaian Perang Dunia Kedua. Jerman, Itali dan Jepang melancarkan aksi tempurnya yang mendunia. Jepang di Asia sedang dua sekutunya di Eropa. Pada tanggal 9 Maret 1942 Pemerintah Hindia Belanda bertekut lutut kepada Pemerintah jepang. Jepang membawa Gubernur Jenderal Carda Van Starkenborgh Srachouwerm ke Formosa. Selama tiga setengah tahun Jepang menjajah bangsa Indonesia, mereka memperkosa rakyat Indonesia dengan kerja romusa.

Di Manchuria, Rusia menyerbu Jepang sehingga Jepang mulai lemah dalam mempertahankan daerah-daerah jajahannya. Pada tabggal 6 Agustus 1945 Hiroshima di jatuhi Bom Atom dan pada tanggal 9 Agustus 1945 Nagasaki di jatuhi Bom Atom juga. Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu.

Dalam kevakuman kekuasan tersebut, sekelompok anak muda begelora ingin memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.dengan melarikan Ir. Soekarno dan Drs. Moh Hatta ke Rengasdengklok. PPKI (Panita Persiapan Kemerdekaan Indoesia) batal melaksanakan rapat karena penculikan tersebut.

Pada tanggal 17 Agustus 1945 Jam 10.00 WIB, Indonesia mengumandangkan Proklamasi Kemerdekaan ke Seluruh Dunia. Atas nama Bangsa Indonesia, Sukarno dan Hatta menandatangani Naskah Prokalamasi di Jalan Pegangsaan No. 56 Jakarta. Sejak proklamasi kemerdekaan tersebut, sejarah politik Bangsa Indoesia merupakan sejarah suatu bangsa yang masih muda dalam menyusun politik pemerintahan. Landasan berpijaknya adalah konstitusi dan ideologi yang mereka ciptakan sendiri sesuai perkembangan budaya masyarakat. Pada tanggal 18 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia mengadakan sidang dan berhasil menetapkan konstitusi, presiden dan wakil presiden.