Jumat, 16 Mei 2014

Situasi Politik Pasca Proklamasi

Periode 18 Agustus 1945-27 Desember 1949

Karena Bangsa Indonesia baru saja memproklamirkan kemerdekaannya, dalam melaksanakan UUD 1945 belum sepenuhnya secara murni dan konsekuen. Pemerintah baru bisa membentuk presiden, wakil presiden, serta para menteri, dan para gubernur sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat. Kita bisa melihat pada Aturan Peralihan UUD 1945 yang menyatakan bahwa untuk pertama kalinya presiden dan wakil presiden dipilih oleh PPKI,jadi tidaklah menyalahi apabila belum memanfaatkan MPR/DPR RI karena belum menyelengarakan pemilu. Dalam keaadaan darurat tersebut pelaksanaan UUD 1945 yang menyebutkan tentang lembaga-lembaga tinggi negara lain belum diwujudkan. Komite Nasional membantu Presiden menjalankan kekuasaannya sebelum membentuk MPR,DPR, BPK, MA. dengan semangat pengabdian bukan kekuasaan seperti saat ini.

Pada tanggal 5 Oktober 1945 pemerintah mengeluarkan maklumat pemerintah yang menyatakan berdirinya Tentara Keamanan Rakyat. Dengan menunjuk Supriadi seorang tokoh Pembela Tanah Air sebagai pimpinan TKR. Pada tanggal 18 Desember 1945 Presiden Sukarno melantik Jenderal Sudirman menjadi panglima besar TNI karena sebelumnya ada berita yang mengabarkan kalau Supriyadi gugur dalam pertempuran melawan Jepang di Blitar, TKR kemudian mengadakan musyawarah, yang menghadiri musyawarah tersebut adalah para panglima Divisi dan Residen, kemudian memilih Jenderal Sudirman menjadi panglima besarnya. Pada tanggal 3 Juni 1947 TKR resmi menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia).

Pada tanggal 16 Oktober 1945 di Malang, Komite Nasional Indonesia Pusat(KNIP) mengadakan kongres. Wakil presiden Drs. Mohammad Hatta mengeluarkan Maklumat X (eks) yang berisikan penegasan terhadap kata bantuan dalam Pasal IV Aturan Peralihan UUD 1945. Maklumat ini memberikan wewenang kepada KNIP untuk turut membentuk undang-undang dan menetapkan GBHN. Seolah-olah memegang sebagian kekuasaan MPR, disamping memiliki pula kekuatan DPA dan DPR.

Kemudian pada tanggal 14 November 1945 pemerintah mengeluarkan maklumat yang membentuk kabinet parlementer pertama dengan mengangkat Sutan Syahrir sebgai Perdana Menteri. Menteri-menteri bertanggung jawab kepada KNIP sebagai subsitut MPR/DPR. Sistem presidensiil beralih ke sistem parlementer, walaupun UUD 1945 tidak mengenal sistem parlementer. Sistem ini berjalan sampai pada tanggal 27 Desember 1949. Sebagian orang berpendapat bahwa perubahan dalam sistem pemerintahan dan administrasi negara ini merupakan tindakan yang menyalahi UUD 1945 yang menjadi anutan

Sebelumnya pada tanggal 3 November 1945 pemerintah telah mengeluarkan maklumat pemerintah tentang keinginan membentuk partai-partai politik. Sehingga berlakulah sistem parlementer sekaligus sistem multi partai.

Pada tanggal 27 Juli 1947 serdadu Belanda dengan persenjataan lengkap melakukan penyerbuan ke berbagai kota di Indonesia. Dan berhasil menduduki beberapa di antaranya. Serdadu Belanda berhasil menguasai sebagian wilayah Republik Indonesia, meski tidak menjangaku ke pedalaman. Ibukota negara RI yang sementara berada di Yogya, pada tanggal 19 Desember 1948 menjadi sasaran utama serangan serdadu Belanda. Menjelang sore hari, musuh dapat menguasai yogja. Sebelumnya pada pukul 10.00 pagi, wakil presiden Drs. Muhammad Hatta memimpin sidang kabinet yang memutuskan untuk memberikan mandat kepada Mr. Syafrudin Prawiranegara agar membentuk Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI), dan apabila tidak sempat dapat juga membentuk PDRI di India. Selanjutnya Belanda menawan Presiden Sukarno dan Wakil Prediden Muhammad Hatta. Pada situasi yang seperti itu, sebelumnya pada tanggal 18 September 1948 PKI melakukan pemberontakan di Madiun.

Untuk menggelorakan kembali semangat rakyat dan para prajurit di seluruh tanah air, sekaligus memulai perang gerilnya, Panglima Besar TNI Jenderal Sudirman pada hari itu juga menentukan sikap meninggalkan Yogjakarta. Pada tanggal 1 Maret 1949 Sri Sultan Hamengkubuwono IX memprakarsai penyerbuan ke Yogjakarta. Pada tanggal 8 Juli 1949 Letkol Soeharto menjemput Panglima Sudirman di Kecamatan Wonogiri, dan tanggal 10 Juli 1949 Sukarno dan Hatta yang talah kembali dari penahanannya , menerima Jenderal Sudirman di Istana Kepresidenan Yogjakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar