Minggu, 18 Mei 2014

Kembali ke Negara Kesatuan

Pada tanggal 17 Agustus 1950, Indonesia resmi kembali menjadi Negara Kesatuan Republik Indoenesia. Walaupun masih memakai konstitusi Undang-Undang Dasar Sementara (UUDS) tahun 1950. Karena melihat keadaan yang semakin sukar untuk mengatur negara-negara bagian. Sementara selama penyelenggaran konsititusi RIS kewibawaan pemerintah Negara Federal semakin berkurang, apalagi yang mendukung Indonesia adalah terdiri dari berbagai ragam suku bangsa, adat istiadat, agama, pulau-pulau, daerah-daerah yang semuanya sepakat untuk kembali ke bentuk negara kesatuan.

Sistem pemerintahan masih tetap dalam bentuk kabinet parlementer, yaitu para menteri (kabinet) bertanggung jawab kepada parlemen (DPR) yang dapat menjatuhkan kabinet melalui mosi tidak percaya. Untuk menguatkan kekeuasaan presiden, maka menetapkan presiden sebagai kepala negara saja dan bukan sebagai kepala pemerintahan. Perdana Menterilah yang menjadi kepala pemerintahan yang mengepalai para menteri atau kabinet. Dengan demikian parlemen tidak bisa menjatuhkan presiden.

Sebagaimana kita mengetahui, bahwa Indonesia baru melaksanakan pemilihan umum yang memilih anggota DPR atau badan konstituante baru untuk pertama kali pada tahun 1955. Maka Komite Nasional Indonesia Pusat atau KNIP bertugas merangkap sebagai parlemen. Sedang parlemen di daerah, KNIP membentuk Komite Nasional Daerah.

Walaupun sudah kembali kepada bentuk negara kesatuan, namun perbedaan antara daerah yang satu dengan daerah yang lain masih terasa, ada yang menyesali keadaan ini tetapi ada pula yang menyetujuinya namun tetap memiliki ketidakpuasan kepada pemerintah pusat. Oleh karenanya, pada era ini terjadi berbagai pemberontakan sparatis, misalnya;

1. Pemberontakan APRA (Angkatan Peran Ratu Adil pada tanggal 23 Januari 1950 di Bandung
2. Pada tanggal 5 April 1950 meletus pemberontakan Andi Azis cs di Makasar, Ujung pandang.
3. Pemeberontakan RMS (Republik Maluku Selatan) terjadi pada tanggal 25 April 1950 di Ambon
4. Pemberontakan Ibnu Hajar cs di Kalimantan Selatan pada tanggal 10 Desember 1950
5. Kahar Muzakar memimpin Pemberontakan DI/TII pada tanggal 17 Agustus 1951 di Sulawesi Selatan
6. Pada tanggal 1 Desember 1951 meletus pemberontakan Batalyon 426 di Jawa Tengah
7. Pada tanggal 20 September 1953 meletus pemberontakan DI/TII pimpinan Daud Beureuh di Aceh
8. Pada tanggal 20 Desember 1956 terjadi peristiwa Dewan Banteng di Sumatera Barat
9. Pada tanggal 15 Februari 1958 PRRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia)melanjutkan pemebrontakan, Permesta (Piagam Perjuangan Semesta) menyatakan diri membantu pemberontakan PRRI tersebut.

Hubungan antara legislatif dan eksekutif hasil pemilu pertama pada tahun 1955 ikut merancaukan keadaan yang ada. Kemudian Konstituante menyelenggarakan pemungutan suara untuk mengetahui diterima atau ditolaknya kembali UUD 1945. Dalam melaksanakan Pemungutan suara tersebut berturut-turut pada hari Sabtu 30 Mei 1959, Senin 1 Juni 1959 dan Selasa 2 Juni 1959. Namun Badan Konstituante tidak bisa memperoleh 2/3 jumlah anggota dari hasil pemungutan suara tersebut. Bahkan sebagian anggota Konstituante ada yang menyatakan diri tidak mau lagi menghadiri sidang-sidang pleno Konstituante. Walaupun sebenarnya dari suara yang masuk, banyak anggota konstituante yang menyetujui untuk kembali kepada UUD 1945. Pihak eksekutif melihat hal ini sebagai ketidakmampuan konstituante dalam melaksanakan tugasnya. Maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang menyatakan kembali ke UUD 1945.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar